Kendala Membangun Pelayanan Stroke Akut Di Bali

0
1606

Intravenous Trombolysis (IVT) dan Endovascular Thrombectomy (EVT) telah menjadi terapi utama stroke iskemik akut. Akan tetapi jumlah kasus yang dapat dikerjakan sejauh ini masih sangat sedikit. Berikut ini adalah beberapa tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaannya sehari-hari, dan merupakan PR bagi kita bersama.

Edukasi

Edukasi Masyarakat. Pada umumnya pasien-pasien yang datang ke rumah sakit sudah melewati Golden Period dari terapi stroke iskemik akut itu sendiri. Jarang ada pasien yang datang dengan onset kurang dari 4.5 jam. Bahkan cukup sering pasien datang lebih dari 1 hari karena berharap keluhannya akan semakin membaik ketika diistirahatkan.

Edukasi Tenaga Kesehatan. Belum banyak tenaga kesehatan yang mengetahui pentingnya dilakukan tindakan IVT atau EVT dengan cepat. Belum banyak juga yang mengetahui bahwa di Bali terdapat beberapa rumah sakit yang memiliki fasilitas dan sumber daya manusia yang mampu melakukan hal ini. Edukasi terus menerus sangat penting dilakukan agar semakin banyak nakes yang memahami gawatnya serangan stroke, serta mengetahui kemana pasien harus dirujuk agar mendapatkan penanganan yang maksimal.

Biaya

Biaya untuk tindakan IVT maupun EVT adalah mahal mencapai puluhan hingga ratusan juta. Tidak setiap pasien memiliki kemampuan finansial untuk mendapatkan akses layanan ini. Beberapa asuransi swasta menjamin, tetapi terkadang proses penjaminan ini memakan waktu yang akan berimplikasi kepada semakin tipisnya window period terapi.

Indonesia sejak tahun 2014 memiliki jaminan kesehatan nasional yang kita sebut dengan JKN. Akan tetapi biaya yang ditanggung JKN untuk kedua tindakan diatas untuk saat ini tidak mencukupi biaya obat-obatan dan alat yang digunakan bahkan untuk rumah sakit tipe A. Kedepannya tentu diharapkan akan ada perbaikan dari pemerintah mengenai hal ini.

Fasilitas Kesehatan

Penatalaksanaan stroke akut membutuhkan berbagai alat canggih yang mahal. Untuk perawatan maksimal, dalam suatu rumah sakit sebaiknya memiliki CT Scan, MRI, dan cathlab. Pada kenyataannya bahkan tidak semua RS memiliki CT Scan yang merupakan standar emas untuk mendiagnosis stroke.

Karena fasilitas yang lengkap membutuhkan modal yang besar, idealnya terdapat RS tertentu yang menjadi pusat rujukan kasus-kasus stroke. Pada kenyataannya segmentasi RS di lapangan belum jelas. Sebagai contoh, ada RS yang memiliki fasilitas CT Scan dan MRI tetapi tidak memiliki cathlab. Ada juga RS yang memiliki cathlab tetapi hanya memiliki CT Scan saja tanpa fasilitas MRI.

Sejauh ini terdapat 4 rumah sakit yang memiliki fasilitas cathlab di Bali. Masing-masing terdiri dari 2 rumah sakit swasta dan 2 rumah sakit negeri. Permasalahannya adalah ke 4 RS ini letaknya di Bali Selatan sehingga pelayanan di bagian Bali lainnya belum maksimal.

Terapi stroke akut membutuhkan beberapa obat dan alat yang ready pada masing-masing RS. Kita membutuhkan obat alteplase pada terapi IVT serta stent retriever dan aspiration machine pada terapi EVT. Tidak setiap RS memiliki obat maupun alat-alat tersebut di tempatnya masing-masing. Memindahkan obat atau alat-alat ini dari satu RS ke RS lainnya menghabiskan waktu yang berimplikasi pada luaran klinis pasien yang semakin buruk.

Sistem

Penatalaksanaan stroke akut yang baik terutama EVT tidak bisa dikerjakan sendiri tetapi membutuhkan kerja sama tim. Untuk meraih hasil maksimal dibutuhkan koordinasi dan kerja sama dari emergency doctor, stroke neurolog, neurointervensionis, neurosurgeon, neuroradiolog serta perawat. Masing-masing disiplin ilmu perlu menurunkan ego-nya masing-masing dan bertindak sesuai dengan guideline yang berlaku demi kebaikan pasien.

Sistem komunikasi dan kerjasama antar faskes yang terintegrasi baik sangat diperlukan. Jika memang faskes tidak memiliki fasilitas dan sumber daya manusia untuk melakukan IVT atau EVT, pasien-pasien stroke akut harus segera dirujuk ke faskes terdekat yang mampu.

Pengalaman Di University Hospital Zurich (USZ)

Saya mendapatkan kesempatan untuk menimba ilmu neurointervensi selama 1 tahun di University Hospital Zurich (USZ). Neuroscience dan Stroke Centre di USZ merupakan salah satu yang terbaik di Eropa. Saya mendapatkan banyak pengalaman berharga selama belajar disini.

Zurich sendiri adalah salah satu provinsi dari Swiss, dengan ibukota nya adalah Kota Zurich. Luas provinsi Zurich kurang lebih 1/3 provinsi Bali. Jumlah penduduk Zurich sebanyak 1,5 juta jiwa kurang lebih juga 1/3 penduduk Bali.

Terdapat 3 RS pemerintah besar di Provinsi Zurich dengan masing-masing stroke centre nya. Akan tetapi setau saya hanya ada 1 RS yang menyediakan layanan EVT yaitu USZ. Pasien dari kota lainnya akan di transfer ke USZ melalui helikopter ataupun ambulan.

Sistem antar RS terjalin dengan baik disini. Gambar CT Scan, MRI, atau DSA bisa diakses langsung melalui komputer di USZ. Hal ini sangat memudahkan klinisi dalam mengetahui riwayat diagnosis dan terapi pasien.

Setiap pasien stroke akut yang datang ke UGD akan dilakukan CT Scan dan CTA. Apabila dari CTA terlihat adanya large vessel occlusion (LVO) stroke, maka pasien akan dikonsulkan dengan tim neurointervensi untuk persiapan EVT. Tim stroke neurologis akan melakukan IVT, jika klinis tidak membaik akan dilanjutkan dengan EVT oleh neurointervensionis.

Jumlah kasus EVT juga banyak di sini, dengan rata-rata 4 kasus per minggu. Alat-alat yang diperlukan tersedia kapan saja di RS. Neurointervensionis tidak perlu kebingungan karena alat perang yang tersedia terbilang lengkap.

Premi asuransi di sini sangat mahal, mencapai jutaan per bulannya untuk setiap individu. Akan tetapi tentunya sebanding dengan tanggungan yang didapat. Setiap tindakan neurointervensi dijamin oleh asuransi, sehingga neurologist, neurosurgeon dan neurointervensionis memiliki keleluasaan untuk memberikan terapi maksimal kepada pasien.

Gedung Emergency dan Nord 2 University Hospital Zurich. Gedung Nord 2 adalah gedung tempat saya belajar.

Pengalaman yang saya alami disini tentunya tidak bisa kita capai di Bali dalam waktu dekat. Mungkin butuh waktu berpuluh-puluh tahun untuk mencapai standar yang sama. Tetapi dibutuhkan pihak-pihak yang mau bekerja keras untuk menginisiasi pelayanan ini. Semoga kita bisa tetap berprogres ke arah yang benar sehingga kedepan masyarakat akan mendapatkan pelayanan yang maksimal di bidang stroke.